Ini masih tentang
rembulan, Namun kali ini sengaja kusandingkan rembulanku dengan matahari,
sejenak terlintas apakah aku benar ketika aku memilih matahari untuk
menyandingkannya?? Bukan gelap, bukan langit, bukan angin dan bukan bintang,
Karena ia bisa saja memilih salah satunya,
dan karena itulah aku menyandingkannya….. Rembulanku terlalu istimewa,
Yaa…Karena Rembulanku
berbeda dengan matahari, pun bintang
Rembulan selalu membutuhkan
gelap untuk bersinar, ia tak akan pernah bisa berdiri sendiri,ia hanya bisa meneruskan
sinar dari bintang yang disebut matahari, ia tak memandang angkuh , ia pun tak
sekeras externstine bahkan dropa.. yang ku tau ia seperti kupu-kupu, datang bila
saatnya datang, dan hilang pada saatnya ia hilang, ia tak akan pernah seperti
matahari, yang tak perlu sinar lain untuk ia bersinar…
Tapi matahari tak selalu bersanding dengan rembulan, kadang adakalanya ia harus terhalang mendung yang bergelanyut di langit-langit jagatraya, namun Rembulan tetap setia menunggu mendung itu selesai melepas lelah pada angkasa, ia tetap terus menunggu, meskipun nantinya harus berpuluh-puluh jam yang akan datang. Karena ia setia.
Tapi matahari tak selalu bersanding dengan rembulan, kadang adakalanya ia harus terhalang mendung yang bergelanyut di langit-langit jagatraya, namun Rembulan tetap setia menunggu mendung itu selesai melepas lelah pada angkasa, ia tetap terus menunggu, meskipun nantinya harus berpuluh-puluh jam yang akan datang. Karena ia setia.
Kadang akupun berfikir, betapa rumitnya semesta itu berorbit, namun aku sadar pertanyaan itu tak pernah sekalipun aku menjawabnya, sama seperti mengapa sperma itu memilih ovum yang akhirnya terbentuk aku. Karena tak seorangpun mengetahui hakikatnya, Sejenak mataku bersitatap dengan matamu, apa yang kutemukan adalah yang tak pernah kusangkakan, apakah nantinya ini menjadi suatu hal yang tak pernah terjawab juga? Aku belum tau.
Aku ingin menjadi
Rembulan, dan kau adalah Mataharinya
0 komentar:
Posting Komentar