Newest Post

Aku dan Taufik Hidayat

| Selasa, 25 Februari 2014
Baca selengkapnya »
Kok itu melambung ke arahku tajam, meliuk-liuk seperti burung perkutut yang sedang terbang, dan kusambut dengan ayunan mantap dari sebuah raket yang kupegang dengan tangan kanan, kakiku sedikit melonjak, menciptakan balasan tajam, langsung ke arah sasaran dan.... smash....!!!
yahhey... skor 21-20, dan aku menang... menang untuk pertama kalinya melawan Taufik Hidayat gadungan, kami sama-sama tertawa, mengusap peluh, dan meminum air putih dibawah pohon beringin disudut lapangan, rambut kuda kami sudah dipenuhi peluh dan menyisakan nafas yang masih tak beraturan.

Bermain bulu tangkis memang menyenangkan, tentu saja bersama Taufik Hidayat gadungan ini.. haha sebut saja namanya Astri, tetangga yang sekaligus sahabatku ini sedang berperan sebagai Taufik Hidayat sedang aku adalah Susi Susanti. Jangan heran, bermain peran bagi kami selalu menyenangkan, kadang selain aktor badminton, kami juga bermain peran sebagai aktris india, dia sebagai Tina dan aku sebagai Anjali, atau telenovela, dia sebagai ana dan aku sebagai renata, haha... masa kecil memang penuh kenangan. Terlebih ketika saat itu para bandit-bandit kecil ini sudah berkumpul, seperti Angga, Erni, Aji, Nanda, Silo, Andre, Anggoro, Ina, Rizka, Ratna, Sri, Rosyid, dan lainnya, kami selalu bermain gim-gim(an), atau singkongan, atau petak umpet atau bahkan sepiring dua piring. Sangat menyenangkan, tapi sekarang kami sudah dewasa, sudah punya dunia sendiri-sendiri. Ada yang kerja di Jakarta, ada yang di jogja ada yang di Solo. Hampir semuanya meninggalkan kampung. hanya satu-dua yang tersisa. Ah... aku merindukan kalian, merindukan masa kecil kita.

Di desa kami, ada 3 sekolahan (SD) dan rata-rata dari kami memasuki SD yang sama, yakni SD 5, Sedang dua SD yang lain adalah SD 1 yang merupakan SD favorit dan SD 2 yang pada jaman kami merupakan SD yang paling sedikit jumlah muridnya. Sama seperti kebanyakan Sekolah pada umumnya, terlebih jika jaraknya sangat berdekatan. SD 1 dan SD 5 adalah SD yang saling berteman (?) sedang SD 2 adalah SD musuh, hampir pernah terjadi tawuran antaran SD 5 dan SD 2, karena SD kami tidak ada pembatas dindingnya jadi siswa sangat leluasa masuk keluar SD tetangga, waktu itu aku masih kelas 3 SD, aku bahkan tak tau bagaimana asal muasal perang saudara ini terjadi, namun sepertinya ini sudah ada sejak jaman dulu, jaman bapak-bapak kami. Dan parahnya lagi adalah aku juga ikut  berperan penting dalam peperangan ini hehe :D

Aku kecil adalah anak tomboy yang suka kelayapan bareng tetangga-tetangga, melakukan ekspedisi konyol. seperti menyusuri klegung (sungai yang lumayan besar), audisi manjat pohon kelapa, ekspedisi keliling desa jalan kaki sampai merencanakan kejahilan-kejahilan yang cukup membuat seseorang menjerit histeris. aku kecil terkenal titis (bila melempar sesuatu selalu tepat sasaran) dan itu lah yang membuat aku dilibatkan dalam peperangan melawan SD 2 yang saat itu menantang kami untuk pertandingan kasti. Aku yang saat itu masih kelas 3 hanya menurut saja ketika diperintah untuk ikut kasti melawan SD tetangga. Aku cukup paham situasi ini baru sekitar 15 menit dimulai, tim kami memimpin. Namun SD tetangga sepertinya tidak terima, jadi akhirnya adu mulut pun terjadi diantara senior kami. Dan salah satu suporter dari mereka memulai melempar batu.. hampir saja kami juga membalas dengan lemparan batu seandainya guru kami tidak datang. hoho... dan sejak saat itu kami gencatan senjata karena ada ancaman dari guru kami :D

Dan sore ini, aku kembali badminton, bukan dengan Taufik Hidayat lagi, namun dengan cowok kecil yang tampan...haha.. keponakanku, yah... mengisi hari selagi belum kembali ke semarang, dan melakukan akitivitas setelah sakit beberapa hari. Dan tetap tanpa Susi Susanti dan Taufik Hidayat.

Aku dan Taufik Hidayat

Posted by : la plui
Date :Selasa, 25 Februari 2014
With 0komentar

Berbahagia Untukmu

| Sabtu, 15 Februari 2014
Baca selengkapnya »
Tiupan angin semakin dingin menyelimuti kota kecilku
Ia nampak pucat, ia seperti tak bernyawa
Menyeretku kebeberapa tahun yang kutinggalkan sendirian
Dan bila...
Mungkin saja saat ini aku tak sendirian,
Mungkin saja ada sebening mata mungil yang memandangku cerah,
Atau tangisan ditengah malam yang membuatku bangun dari rentetan mimpiku
Bukankah indah yang demikian?
Namun aku menyebutnya takdir
Takdir bahwa aku memutuskan untuk memutus segala ikatan yang ada
Sejak kita masih dibuaian
Sehingga aku bisa merasa lega bahwa kenyataannya aku masih berdiri bebas
Memandang senja yang melambai ke arah rembulan
Aku sudah melupakan namamu
Jadi..
Jangan merasa bersalah ketika kau mendahuluiku menjemput separuh dienmu
Jangan melihatku dengan mata sendu yang tak ingin kau perlihatkan padaku
Aku berbahagia untukmu
Aku berbahagia untuk masa sekarang yang menakjubkan
Aku berbahagia mengenal orang-orang yang menyayangiku
Aku berbahagia dengan mereka yang disekelilingku
Aku berbahagia untukmu

Dan malam menghapus kenangan tentanmu


Berbahagia Untukmu

Posted by : la plui
Date :Sabtu, 15 Februari 2014
With 0komentar

Aku Hanya Ketakutan

| Selasa, 04 Februari 2014
Baca selengkapnya »
Aku tak membicarakan bagaimana jatuh cinta, ia sudah ada sejak dulu, jauh di masa lalu
Aku tak membicarakan rindu, yang bila semakin ingin di lenyapkan, akarnya akan semakin mencengkeram erat
Aku tak membicarakan benci, bagaimana bisa ia tak disandingkan dengan keduanya? hanya karena ia terlihat angkuh
Aku tak membicarakannya, juga segala yang melekat padanya
Aku tak membicarakan cara kerjanya, semua orang sudah mengetahuinya
Aku hanya perlu melakukan dengan benar

Aku terlalu berani untuk jatuh cinta, karena aku tak tahu ia akan semenakutkan saat ini
Jangan tanya mengapa aku takut jatuh cinta
Sama seperti kau tanyakan padaku mengapa aku takut dengan serangga berkaki enam
Ada alasan, namun ia sudah terkubur ribuan waktu yang telah berlalu
Bahkan kau tak akan menemukannya, meski kau bisa kembali ber-reinkarnasi
Lihatlah dirimu, menatapku saja kau tak setajam menatap puluhan mata yang berdiri di hadapanmu
Lupakan, karena nantinya itu menyakitkan

Sudah terlalu banyak aku menolak..
Terhitung ketika aku mampu membaca kalimat demi kalimat dengan tartil
Lalu ia raib,
Bukan dia, hanya aku yang melarikan diri
kenapa? jangan kau tanya
Aku hanya ketakutan

Lalu aku menemukanmu di sudut senja yang hampir hilang ditelan malam
Bagaimana bisa aku bergerak, sedang kau hanya membeku
Persis seperti tak bernyawa
Aku tau benar itu kau
Bisa apa aku jika memang sudah ditakdirkan seperti ini?
Aku kembali ketakutan
Bisakah kita membuatnya lebih sederhana?

Dan kau menjawabnya dengan pertanyaan
"bisa apa kita? kita hanya perlu melakukannya"
Dan kau benar, selalu benar.


Aku Hanya Ketakutan

Posted by : la plui
Date :Selasa, 04 Februari 2014
With 0komentar
Next Prev
▲Top▲