Rumah Puisimu

| Senin, 22 Oktober 2012




Maka ketika nampak kusadari sekarang betapa jalan ini mengulurnya
Menebas segala yang nampak dan tergulung oleh yang tak nampak
Seakan baru sesenja kemaren langkah kita padu
Telanjang menyentuh rerumput hijau yang masih terkena embun
Bening sebening ketika tiada yang lain menyentuhnya


Benar ketika takdir berbicara bahwa pada suatu waktu akan terjadi pula
Menyentuh kaki langit meluncur tanpa batas ke rumah puisiku
Bukankah tak biasa ketika kupu-kupu berenang dan anjing laut mengepakkan sayapnya
Karena memang begitulah takdir bekerja
selalu di luar kepala kita



Hanya saja kini masih kutunggui sisa-sisa uraian wajahmu pada selaksa senja
Bahwa nyatanya disini masih tetap tak berujung seperti sedia kala
Melewati baranya matahari perak yang masih terlalu angkuh memantang alam
Seperti dirimu yang terlalu angkuh menghadapi diriku
Tak pernah lelah menghadapi kenyataan bahwa kau masih tak berpijak pada pijakan yang sama
Dalam tanah yang biasanya kita temui bersama sehabis terguyur sisa-sisa hujan kala malam
Karena kini semuanya telah berbeda, nyaris tak sama


Lantas harus bagaimana aku mengadapi rumah puisimu yang sekarang terlalu jauh tuk dipandang
Terhalang oleh ribuan rumah-rumah lain yang lebih elok
Namun bila ditanya sekali lagi maka aku hanya bisa berkata aku masih terlalu suka menjenguk rumah puisimu

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲