Narendra

| Jumat, 22 April 2016
Narendra..maaf aku menyebut namamu lagi, maaf untuk kembali menerjang sumpahku, pagi ini sepi, tak seperti ketika kau menyeduh kopi, dan mengetikkan sebaris dua baris pemanis guyonan. menggoyangkan kursi goyang reotmu, memadukan rayuan pemerah pipi yang muncul selalu. Aku merindukanmu

Kinanthimu selalu muncul tanpa diundang, menjejakkan nafas pada tiap-tiap ruangan, kau merindu ibumu. Sendu selalu terlihat malu-malu, itu karena kau selalu tak ijinkan ia untuk keluar. Kau selalu memberikan morse, namun kau tak pernah benar-benar meraih tanganku. Maaf Narendra... aku tak bisa, bukan begini yang ku maksud.

Semesta memanggil, memaksamu menjawab. Namamu selalu Narendra. Bagaimanapun kau tetap Narendra. Lalu mengapa kau berubah menjadi Burisrawa dan memaksaku menjauh darimu? karena bagiku kau masih Narendra, jadi jangan paksa aku pergi atau dengan sengaja kau menjauhkan dirimu. Kau Narendra. Dan selalu Narendra

Rendra.. percayakah kau pada takdir? bahkan perpisahan itu masih seperti mimpi, dan aku bersumpah untuk menguburmu dalam cekungan kenangan, karena kau terlalu indah untuk didengar, dan karena itulah aku mengikatmu. Merutuki perpisahan dan pertemuan tanpa sengaja kita kunjungi. Lalu dimanakan letak keadilan malam yang seakan merebutmu dariku rendra? aku merindukanmu.

Maka hari ini aku melanggar sumpahmu padamu. Sumpah sepihak yang kumulai diam diam, namun kuakhiri dengan sumpah serpah. Apa kau mendengarnya? Maafkan aku.. apa tidurmu terganggu? bangunlah rendra... demii apapun, aku ingin membuatmu membuka mata. karena aku sudah tak tau lagi apa yang harus aku lakukan. Aku sudah melanggar sumpah itu. lalu bisakah kau membuka mata? kau boleh menghukumku. Aku benar-benar tidak keberatan. Jadi... maukah kau membuka matamu lagi? Aku masih menunggumu, meski aku tau sia-sia.   

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲