Aksara Buta

| Selasa, 01 Mei 2012
Aku memang telah lama tak menjejakkan kaki-kakiku di atas aksara yang entah masih diam membeku atau telah enggan menungguku, kadang rindu ingin memulainya, menapakinya lagi seperti musim lalu yang sarat lindap dengan airmata. Bukan benci, bukan tidak mau, namun memulainya sama saja mengurai resiko itu untuk turut mengeja tiap aksara yang akan tertuang. Aku memang lelah ketika dia mengejaku, meniti tiap gerak yang selalu aku munculkan, tiap kali ada kesempatan, tiap ada hal yang memang ada untuk di sapa dan tiap tiap kalinya. Bukannya aku limbung dalam permainan topannya, juga bukan karena nantinya akan tenggelam di tiap pusarannya, benar... hanya malu.

Kini aksaraku semakin buta tak tentu arah, merunduk pilu meski sebenarnya dalam sarinya masih tersimpan butiran asa yang sempat merintih. Lama tak terdengar suara, hanya sayup-sayup mulai menapaki dinding telinga. Harus bagaimana sariku ketika tiang-tiangnya tak berhasil berdiri dengan sempurna? Aku pun mulai meragu tatkala sari itu melayu, semakin menunduk seakan bertasbih dalam lingkaran embun yang sempat tertitik jatuh membasahi sayapnya yang perlahan tak mampu ia kepakkan. Dan ia telah lumpuh.

Dua-tiga tahun memang tak cukup untuk memulainya lagi, seakan ia memang telah ditakdirkan menjauh dari kelopak mataku, dan memang. masing dari kita mempunyai hal yang pabila di satukan tak kan banyak berarti, karena jalan telah bercabang, dan cabangnya pun bercabang. Aku tau aksaraku tak sehebat dengungan yang jikalau didengar begitu mempesona, juga bukan seindah tuts tuts yang bila di mainkan mengundang ribuan pasang mata dan telinga mendengarnya. Yang aku tau aku harus memulainya, dengan atau tanpa mu.

Harus kuakui, aku merindu tiap jejak aksaramu....




0 komentar:

Next Prev
▲Top▲