Dia yang Muncul pada Sepotong Episodeku

| Kamis, 10 Mei 2012
Rabu, 9 Mei 2012 di Dapan Asrama Mahasiswa

Dengan setengah hati akhirnya aku berhasil melangkahkan kakiku menuju kampus hijau, sebelumnya aku nggak tau kenapa kampus ini di sebut kampus hijau, mengira kalau cat yang di gunakan berwarna hijau, namun tanpa di sangka setelah masuk pada bangunan kampus, tak ada satu pun bangunan yang di cat dengan warna hijau. Baru sepekan kemudian aku tau, bahwa julukan kampus hijau itu karena bendera atau lambang dari fakultas itu berwarna hijau. Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP).

Bukan kali ini saja Tari, temanku satu angkatan menggerutu kesal karena ulahku yang kurang inovatif, selalu santai meskipun ada ulangan tiga bab, UTS maupun segala bentuk pengajaran yang paling tertindas sekalipun, pasalnya Tari akan selalu heboh tiap kali urusan dengan ujian. Hmmm... anak itu..., aku pasti akan merindukannya ketika suatu saat nanti masing-masing dari kita sudah punya kehidupan sendiri-sendiri (-.-" loohh....).

( Kembali pada waktu 12.30pm) aku masih dengan malas, terpaksa menyeretkan langkahku patah-patah, mengikuti jalan yang rasanya bersikongkol dengan matahari, puaannassnya....hmmm. Namun tiba-tiba aku terdiam dengan kedua mataku menyipit sempurna. Tak lagi bergerak, Tak lagi peduli soal matahari namun hanya terpaku pada dua sosok yang mampu menarik atmosphir pikiranku. Dua sosok nenek, seumuran nenekku yang kini di Desa, tengah berhenti sejenak melepas lelah masih dengan sebongkok kayu yang menempel tak sempurna di punggung rentanya, tepat 10 meter didepanku yang masih mematung layaknya tak bernyawa. Kulitnya coklat kusam menandakan ia tak lagi bersaing dengan ganasnya matahari, hanya kepasrahan yang terpancar pada wajah sendunya yang kutaksir pernah cantik di masa mudanya. Aku diam, tak mampu berkata-kata lagi, kupandangi wajahnya yang sarat dengan perjuangan hidup, seakan memastikan bahwa dirinya masih sanggup berjalan lagi... setidaknya sampai nanti di rumahnya. Ah nenek....

Ingatanku berputar pada 6 tahun yang lalu, saat itu aku tengah berada di bangku SMP, saat itu aku hendak mengikuti ujian kelas namun salah satu pengurus asrma memanggilku melalui pengeras suara. Kata beliau salah seorang keluargaku akan datang menjemputku pulang, maklum... karena waktu itu aku asrama.

Dua jam berikutnya benar, om ku menjemputku setelah mengurusi beberapa hal yang perlu diurus. Aku masih diam tak megerti, ada apa? mengapa? berbagai pertanyaan menghantui pikiranku. Namun tak pernah di jawab oleh omku, omku masih seperti biasa, bertutur, berhumor tidak ada kesan bahwa sesuatu yang buruk baru saja terjadi. Hanya baru kusadari 30 menit kemudian, kita telah melewati jalur yang berbeda dengan jalur menuju rumahku."kok lewat sini??" tanyaku gusar. ia sejenak terdiam, ada sesuatu yang berbeda dengan matanya, tak pernah kulihat ekspresii seperti ini sebelumnya. Dia menarik nafas panjang, " janji nurutin kata om ya..?" Kulihat sekali lagi dari sudut mataku, hanya mengangguk dan ikut menarik nafas bingung. "ada apa sebenarnya?" Aku bertambah gusar lagi. Tak nyaman dengan suasana seperti ini. Namun lagi-lagi ia hanya terdiam.

Tiba-tiba aku merasa sendiri. Padahal waktu itu jalanan sangat bising dan ramai, namun entah mengapa ada suatu hal yang menganggu pikranku. Di detik berikutnya aku benar-benar membeku. Pikiranku buntu. Saraf otakku tak dapat bekerja cepat. Dari kejauhan aku melihat merah. Hanya merah. Bendera itu melambai terkulai lemah pada ikatannya yang telah diikatkan pada batang kayu yag nampak mencolok. Dadaku bergetar keras tak ingin berprasangka pada hal-hal konyol yang merasuki pikiranku. Dan baru kali ini aku merasa takut yang luarbiasa mengiringi mobil yang mulai memasuki gang sempit itu. Kulihat Ismail berlari memelukku, matanya merah, pelukannya yang lemas juga bisa kurasakan pada tubuhku yang masih membeku. Ia membelai kepalaku dengan perasaan beraduk lalu memelukku lagi. "Nenek telah tiada Li..." bisiknya lembut tapi malah terdengar menakutkan di telingaku. Aku langsung lemas tak berdaya, hampir saja ambruk kalau Ismail tak lagi memegangku. Ingin sekali berteriak bahwa aku masih tak menerimanya, mengapa nenek ku? mengapa harus dia? sosok teduh yang selalu dekat denganku, sosok yang selalu memanjakanku, sosok yang selalu mengajakku untuk melakukan hal-hal yang tak pernah aku lakukan, tapi kini... saat aku jauh, saat aku tak bisa bertemu dengannya selama sebulan penuh, saat aku merasa dipisahkan, saat aku ingin memeluknya, saat aku tak tau lagi hal apa yang belum pernah aku lakukan, dan saat ini.... ketika semua mimpi untuk bertemu dengannya tak pernah terwujud.. Aku menangis, bukan.. aku tak akan menangis karena aku telah berjanji tak akan menangis, mataku hanya merah, namun hatiku menangis melebihi tangis yang ada pada orang-orang disini. sangat menyakitkan, ketika seseorang pergi sebelum kita sempat menemuinya, meminta maaf akan hal-hal yang pernah dilakukan. Aku menangis dalam hati. Aku ingin memeluknya. Aku ingin bersamanya. Aku ingin....tidak pernah berpisah dengannya. Namun takdir tak pernah dipegang oleh manusia. Dan aku harus merrelakannya, mendo'akan ia agar ia baik-baik saja... mengubur sisa-sisa harapanku dengan mulai mengunangnya mataku.

12.30 ketika aku masih terdiam melihat 2 nenek itu mulai menjauh dengan langkah yang terrtatih, dimana anaknya...?? di mana cucunya...?? mengapa ia membiarkannya berjalan di teriknya matahari?? Sangat mengesalkan jaman sekarang, tak ada peduli pada tubuh ringkihnya. Dan aku hanya berpransangka baik mengenai anak dan cucunya. Nek... semoga engkau diberkahi oleh-Nya...

0 komentar:

Next Prev
▲Top▲