Langit dan Hujan

| Rabu, 28 September 2016
Maka ketika aku memutuskan untuk menyerah, seberapa keraspun kau menolaknya, tetap saja sia-sia. Karena semua sudah berhenti. Aku tak akan lagi berjuang, aku tak akan lagi memikirkan sebab-akibat, aku tak akan lagi mencari-menemukan, aku berhenti. Mengistirahatkan otak dan tubuhku meski hanya sekedar merindu. Hanya mungkin, serentetan do'a yang berkenan mampir di penghujung malam. Sudahlah... Aku sudah berhenti.

Hei.. Semenyakitkannya sebuah perasaan, tentu masih ada sedikit ruang untuk ia bernafas. Percayalah pada waktu yang akan menyembuhkan segalanya, termasuk ketika aku pernah sengaja menyakitimu. Percaya, bahwa memang masadepanmu bukan apa yang sekarang di depanmu sekarang ini, sebaliknya ia berada di ribuan mil jauhnya. Hanya.. Percaya saja.

Kututup semua pertanyaanmu yang berulangkali tak pernah kujawab, karena sesungguhnya menyakitimu adalah hal terakhir yang kuinginkan. Tapi lihatlah bagaimana takdir mempermainkan kosakata yang akhirnya terungkap dengan cara yang tak semestinya. Dan disinilah aku terdiam dengan rasa penyesalan paling dalam yang pernah kupunya. Dan kau apa kabar? Maaf.

Perasaan memang rumit, bagaimanapun kau menafsirkannya, tetap saja perasaan tak pernah tepat untuk ditebak, sama seperti perasaanmu sekarang ini, apa ia memang biasa saja, apa ia terluka.. Aku tak pernah tau, matamu boleh saja berbohong, mulutmu apalagi, tapi bagaimana dengan perasaan? Aku tak yakin perasaanmu bisa berbohong, maka untuk sekali ini saja aku minta maaf, aku sudah tak lagi berhak untuk ikut merasakan seperti apa perasaanmu, karena kau dan aku tak pernah menjadi kita. 

Seperti kau yang suka melihat langit dan aku yang melihat hujan. Ia tidak akan pernah bertemu.


0 komentar:

Next Prev
▲Top▲