Pagar-Tembok-Tinggi

| Senin, 07 September 2015
"Terkadang hidup seperti pohon, ia banyak menerima angin, namun sama sekali tak bergerak sejengkalpun, ia bahkan mendengar dari angin berbagai macam situasi, namun ia tak pernah sekalipun mengalaminya. Karena ia hanya mendengar.
Kadang hidup mirip seperti awan, selalu berjalan, tapi ia tak pernah tahu "waktu" kapan ia berhenti. ia hanya akan berhenti jika saatnya berhenti dan menghilang disaat waktunya datang, hanya saja ia tak pernah tau waktu itu"

Lalu kau bertanya "apa maksudmu?"

"Banyak sekali maksudku jika kau paham" jawabku. "kita terlalu banyak bermain, tanpa peduli dengan sekitar kita, apakah mereka sama bahagianya dengan kita, ataukah sebaliknya. Benar kita memang terlalu banyak bermain, sibuk dengan diri kita. Bahkan sekarang setiap rumah memliki pembatas dinding besi yang tinggi, bertembok kokoh, berbeda dengan dulu yang hanya berpagar tanaman, sekedarnya saja. Maka jangan salahkan kalau sekarang banyak pencuri berkeliaran. Mungkin si pencuri merasa lebih aman karena tidak ada tetangga yang melihat. Dan jangan salahkan ketika tetangga jarang berkunjung, mungkin mereka terlalu rikuh dengan tembok yang menjulang tinggi. Dan jangan salahkan ketika anak-anak lewat tembok-tembok tersebut terdapat corat-coret tak berguna, mungkin mereka berfikir kau memberikan lahan untuk sekedar mencorat-coret"

"Lalu apakah kau menyalahkan temboknya?" 

"Tidak, aku hanya menyalahkan orang yang hanya hidup untuk dirinya sendiri. Tak masalah kalau ia membangun pagar tinggi-tinggi, asal ia tetap menjalin silaturrahmi dengan tetangga lainnya, asal saat lewat ia menyapa atau cukup dengan senyum saja itu sudah membuat hati senang, asal ia tetap membantu dan melindungi lainnya, karena ketika sedang dalam musibah mereka akan ada untuknya, menjaga seperti ia menjaga mereka"

"Kau benar"
"................"



0 komentar:

Next Prev
▲Top▲